17 Agustus telah lewat. Seperti biasa, anakku ikut kegiatan RT/RW, karnaval. Tapi ada yang istimewa baginya pada 17 Agustus kali ini, anakku bisa menonton film "Merah Putih" di bioskop.
Kebetulan aku tidak ikut nonton karena harus menjaga si kecil. Bagi ayah Rafi, film-nya tidak terlalu seru, "Action-nya kurang, lebih banyak ngobrol". Tapi bagi Rafi film perjuangan Indonesia kali ini merupakan film spesial ditengah maraknya film-film horor yang tidak jelas ceritanya (dan sayapun melarang Rafi untuk menonton film-film ini). Saya sebagai ibunya Rafi cukup senang ketika pulang dari bioskop Rafi bercerita banyak tentang film Merah Putih.
Saya cuma berharap kedepannya akan lebih banyak film yang bertemakan Indonesia, tidak hanya film perjuangan tapi juga film lain yang berkualitas yang dapat membuat kagum dan membuat anak-anak lebih mencintai dan lebih menghargai Indonesia.
Baca selanjutnya...
Minggu, 23 Agustus 2009
Sabtu, 08 Agustus 2009
Stop Dreaming Start Action
By: Habibie Afsyah
Akan terlalu mewahkah kita ketika kita mengatakan pada semua orang yang kita jumpai tentang stop dreaming start action pada mereka? Saat ini, dan entah sampai kapan, tampaknya di Indonesia, kata-kata itu masih terlalu mewah. Mari kita lihat sejenak tentang pemilu yang baru lalu. Ketika sebelum mulai, betapa banyak dari kita menaruh harapan pada sebuah proses yang indah dan hebat. Akan tetapi, yang tampak di depan mata hanyalah berbagai macam kesalahan dan kekonyolan yang anehnya justru diperagakan oleh orang-orang yang “hebat” di negeri ini.
Stop dreaming stop action sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak orang di negeri ini. Betapa banyak orang berjuang untuk menegakkan demokrasi di negeri ini, dan saat itu kita melihat seolah kita bisa menaruh harapan kita pada mereka. Mereka berjuang atas nama rakyat, bergerak lurus membawa kesejahteraan buat semua. Mereka tampak begitu gigih memperjuangkan kemenangan yang mereka janjikan untuk kita semua. Somehow, mereka begitu mempesona saat itu, begitu santun bergerak, ramah dan teduh. Tutur kata halus dan menenangkan. Betul-betul satu karakter yang langka di bangsa ini.
Akan tetapi, ternyata rakyat harus menyaksikan kenorakan mereka ketika sudah berbicara masalah kekuasaan, maka ketika itulah stop dreaming start action menjadi retorika belaka buat mereka, dam rakyat semua. Entah karena demam panggung yang disebabkan karena sebagian dari mereka adalah politisi “muda dan hijau”, atau memang karena panik ketakutan takkan kebagian jatah kekuasaan? Sebagian ribut dengan jargon “oposisi” jika tawaran tak diterima, ujung-ujungnya? Jalan bareng juga akhirnya mereka. Well, itulah wajah politik dan sebagian politisi kita. Baca selanjutnya...
Akan terlalu mewahkah kita ketika kita mengatakan pada semua orang yang kita jumpai tentang stop dreaming start action pada mereka? Saat ini, dan entah sampai kapan, tampaknya di Indonesia, kata-kata itu masih terlalu mewah. Mari kita lihat sejenak tentang pemilu yang baru lalu. Ketika sebelum mulai, betapa banyak dari kita menaruh harapan pada sebuah proses yang indah dan hebat. Akan tetapi, yang tampak di depan mata hanyalah berbagai macam kesalahan dan kekonyolan yang anehnya justru diperagakan oleh orang-orang yang “hebat” di negeri ini.
Stop dreaming stop action sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak orang di negeri ini. Betapa banyak orang berjuang untuk menegakkan demokrasi di negeri ini, dan saat itu kita melihat seolah kita bisa menaruh harapan kita pada mereka. Mereka berjuang atas nama rakyat, bergerak lurus membawa kesejahteraan buat semua. Mereka tampak begitu gigih memperjuangkan kemenangan yang mereka janjikan untuk kita semua. Somehow, mereka begitu mempesona saat itu, begitu santun bergerak, ramah dan teduh. Tutur kata halus dan menenangkan. Betul-betul satu karakter yang langka di bangsa ini.
Akan tetapi, ternyata rakyat harus menyaksikan kenorakan mereka ketika sudah berbicara masalah kekuasaan, maka ketika itulah stop dreaming start action menjadi retorika belaka buat mereka, dam rakyat semua. Entah karena demam panggung yang disebabkan karena sebagian dari mereka adalah politisi “muda dan hijau”, atau memang karena panik ketakutan takkan kebagian jatah kekuasaan? Sebagian ribut dengan jargon “oposisi” jika tawaran tak diterima, ujung-ujungnya? Jalan bareng juga akhirnya mereka. Well, itulah wajah politik dan sebagian politisi kita. Baca selanjutnya...
Langganan:
Postingan (Atom)